فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِن

counter

Translite

Blog Archive

Labels

Wednesday, March 21, 2012

Panduan Praktis Dalam Berkurban

Oleh : Ustadz Rizal Yuliar Putrananda, Lc 
A.    Definisi
Dhahiyyah atau Udhhiyah merupakan istilah yang diberikan kepada hewan kurban baik berupa unta, sapi ataupun kambing yang disembelih pada hari Idul Adha (10 Dzul Hijjah) serta tiga hari Tasyriq berikutnya (11, 12, 13 Dzul Hijjah) dalam rangka beribadah kepada Allah ‘azza wajalla dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dan oleh sebab itulah kemudian hari raya yang agung ini disebut sebagai Idul Adha yang berarti hari raya kurban.
B.     Syariat Penyembelihan Udhhiyah
Allah ‘azza wajalla menetapkan hari raya Idul Adha sebagai hari raya kurban dalam syariat Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam beberapa landasan hukum:
1. Dalil Al-Qur’an
Allah‘azza wajalla berfirman   فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah” (QS. Al-Kautsar: 108/2)
Para ahli tafsir seperti Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu, `Atha', Mujahid, Ikrimah Al-Hasan dan yang lainnya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan berkurban dalam ayat ini adalah menyembelih udhhiyah, yakni yang dilakukan seusai pelaksanaan shalat Ied.[1]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menguraikan tafsir ayat di atas seraya mengatakan[2] “Allah ‘azza wajalla memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini; yaitu shalat dan menyembelih kurban yang menunjukkan sikap mendekatkan diri kepada Allah‘azza wajalla, tawadhu’, merasa butuh kepada-Nya, berprasangka baik, berkeyakinan kuat dan penuh rasa damai hati kepada Allah ‘azza wajalla, terhadap janji, perintah, serta keutamaan-Nya.” Demikian pula Syaikh Muhammad bin Al-Amin Asy-Syinqithi menegaskan: “Tidak samar lagi bahwa menyembelih hewan qurban masuk dalam keumuman ayat  وَانْحَرْ [3]

Juga keumuman firman Allah ‘azza wajalla :
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
“Dan Kami telah menjadikan untuk kalian unta-unta sebagian dari syiar Allah‘azza wajalla, kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah pada saat kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yakni tidak meminta-minta) serta orang yang meminta”. (QS. Al-Hajj: 22/36)

Dalam ayat lain Allah ‘azza wajalla berfirman
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, serta hidup dan matiku hanyalah untuk Allah ‘azza wajalla Rabb semesta alam” (QS. Al-An`am: 6/162). Mujahid dan Sa`id bin Jubair menyatakan bahwa berarti sembelihanku.[4]
2. Dalil As-Sunnah
Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor domba jantan yang keduanya berwarna putih bercampur hitam dan bertanduk. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallammenyembelih keduanya dengan tangan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri sambil menyebut nama Allah ‘azza wajalla dan bertakbir.[5]
3. Dalil Ijma’ (kesepakatan para Ulama akan syariat kurban)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy menyatakan bahwa seluruh kaum muslimin telah bersepakat tentang disyariatkannya berkurban pada bulan Dzul Hijjah ini.[6] 
C.    Hukum Berkurban dan Keutamaannya
Hukum berkurban udhhiyah adalah sunnah muakkadah yakni sangat ditekankan, bahkan sebagian ulama mewajibkannya bagi yang mampu. Oleh karena itu, tidaklah sepantasnya bagi seseorang yang mampu melakukannya namun ia meninggalkannya.[7]
Tidak ada hadits dengan riwayat yang shahih tentang keutamaan berkurban, namun sangat nampak kesungguhan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallamdalam menuntunkan ibadah ini melalui semua ragam bimbingan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam; baik melalui ucapan, amalan maupun penetapan.[8] Sehingga para ulama telah bersepakat bahwa berkurban adalah ibadah yang afdhal (paling utama) dikerjakan pada hari itu.
Imam Ibnu Qudamah berkata “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah melakukan kurban, demikian pula para khalifah sesudah beliau. Seandainya bersedekah biasa lebih afdhal, tentu mereka telah melakukannya”. Dan beliau juga berkata “Mengutamakan sedekah atas udhhiyah akan mengakibatkan ditinggalkannya sunnah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam”.[9] Wallahu A’lam
D.    Hikmah Berkurban
1) Mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wajalla
2) Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim shallallahu ‘alaihi wasallam dan semangat pengorbanannya, serta menjalankan tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
3) Berbagi suka dan bahagia bersama keluarga, kerabat, dan kepada fakir miskin
4) Mewujudkan bukti ungkapan syukur kepada Allah ‘azza wajalla atas karunia-Nya
5) Dan hikmah-hikmah lainnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Ketahuilah sesungguhnya hari-hari ini adalah hari-hari makan, minum serta berdzikir kepada Allah”.[10]
E.     Waktu Penyembelihan Kurban
Waktu yang disahkan bagi seseorang yang hendak menyembelih hewan kurban ialah setelah usai pelaksanaan shalat Idul Adha. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat (Ied), maka itu hanyalah bernilai pemotongan daging bagi keluarganya saja dan bukanlah disebut kurban sedikitpun”.[11] Dalam riwayat lain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang menyembelih setelah shalat, maka telah sempurna ibadahnya dan bersesuaian dengan sunnah kaum muslimin”.[12]
Apabila seseorang telah menyembelih hewan kurbannya sebelum shalat, maka wajib atas dirinya untuk menggantikannya dengan hewan sembelihan lain yang disembelih setelah usai shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang telah menyembelih hewan kurbannya sebelum shalat, maka hendaklah ia menyembelih hewan kurban lain sebagai penggantinya”.[13]
Waktu penyembelihan berakhir pada saat terbenamnya matahari di hari Tasyriq yang terakhir tanggal 13 Dzul Hijjah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Dan semua hari-hari Tasyriq ialah (hari-hari) penyembelihan kurban”.[14] Dengan demikian, waktu penyembelihan kurban berlangsung selama empat hari yaitu tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzul Hijjah.
F.     Jenis-jenis Hewan Kurban
Hewan udhhiyah tidak sah kecuali pada unta, sapi dan kambing. Allah ‘azza wajallaberfirman
لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
Agar mereka mengingat Allah ‘azza wajalla terhadap rizki yang dikaruniakan kepada mereka dari hewan-hewan ternak” (QS. Al-Hajj: 22/34).
Adapun jenis-jenis hewan kurban yang sah untuk disembelih adalah :
1. Unta yang telah berusia minimal 5 tahun
2. Sapi yang telah berusia minimal 2 tahun
3. Kambing biasa yang telah berusia minimal 1 tahun
4. Anak domba yang telah berusia minimal setengah tahun
Kurban berupa satu ekor kambing hanya untuk satu orang, dan diperbolehkan kurban satu ekor sapi dan unta untuk tujuh orang. Jabir bin Abdillah berkata “kami telah berkurban bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah berupa satu ekor unta untuk tujuh orang, dan satu ekor sapi juga untuk tujuh orang”.[15]
G.    Ragam Aib Hewan Kurban Udhhiyah
Merupakan syarat mutlak pada hewan udhhiyah agar terbebas dari aib atau cacat. Di antara hewan udhhiyah yang dianggap cacat yaitu sebagai berikut :
  1. Yang buta dan jelas kerusakan penglihatannya sekalipun kedua mata masih ada
  2. Yang patah tanduknya maupun yang terputus sama sekali hingga pangkalnya
  3. Yang sobek melebar di bagian depan maupun belakang telinganya, atau terbakar telinganya, atau cacat sehingga terlihat pangkal telinganya
  4. Yang tidak dapat mengikuti kawanan kambing lainnya karena sakit atau lemah
  5. Termasuk aib pada hewan udhhiyah juga ialah hewan yang sangat kurus sehingga tidak bersumsum, pincang dan jelas kepincangannya, tanggal sebagian giginya, terpotong ekor atau kemaluannya[16]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
أَرْبَعَةٌ لَا تُجْزِئُ فِي الأَضَاحِي؛ الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوْرُهَا، وَالْمَرِيْضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ضَلْعُهَا، وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لَا تُنْقِيْ
Ada empat macam hewan kurban yang tidak mencukupi; yang rusak mata dan jelas kerusakannya, yang sakit dan jelas sakitnya, yang pincang dan jelas kepincangannya, serta yang sangat kurus seakan tidak tersisa sumsumnya”.[17]
H.    Doa yang Dibaca Saat Menyembelih
بِسْمِ اللهِ اللهُ أَكْبَرُ
“Bismillahi Allahu Akbar” (Dengan nama Allah, Allah Yang Maha Besar)
Dan boleh ditambah :
الَلَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ، هَذَا عَنْ ...
“Allahumma Hadza Minka Walaka Allahumma Hadza `An ......”
(Ya Allah, sembelihan ini dari-Mu dan hanya untuk-Mu. Dan sembelihan ini atas nama ……) yakni sambil menyebutkan nama yang berkurban”.[18]

Beberapa Catatan Yang Berkenaan Dengan Udhhiyah
1. Bilamana seseorang menyembelih udhhiyah, maka amalan itu telah mencakup pula seluruh anggota keluarganya.
2. Boleh bergabung tujuh orang pada satu udhiyah yang berupa unta atau sapi.
3. Diperbolehkan bagi yang berkurban untuk memakan sebagian dari daging sembihan kurbannya. Dan dianjurkan untuk membagikan udhhiyah kepada sanak saudara, tetangga dan fakir miskin.
4. Diperbolehkan untuk memindahkan hewan kurban ke tempat atau ke negeri lain selama tidak ada kerusakan yang timbul karenanya.
5. Tidak diperboleh menjual kulit dan daging sembelihan.
6. Tidak boleh memberikan kepada penjagal (tukang sembelih) upah dengan daging tersebut dan apabila hendak memberi upah hendaknya memberi upah dari selainnya.
7. Dianjurkan bagi yang mampu untuk menyembelih sendiri hewan kurbannya.
8. Barang siapa yang bermaksud untuk berkurban maka dilarang baginya memotong kuku dan rambutnya atau bulu yang melekat di badannya sejak masuk tanggal 1 Dzul Hijjah.
Namun jika ia memotongnya, maka tidak ada kaffarah (denda) baginya, namun hendaknya ia beristigfar kepada Allah ‘azza wajalla, dan hal ini tidak menghalanginya untuk berkurban. Larangan tersebut khusus bagi pemilik hewan sembelihan tidak termasuk keluarganya baik istri maupun anak, kecuali jika salah satu dari mereka memiliki kurban lain tersendiri, dan tidak mengapa membasuh kepala atau menggaruknya meskipun hal itu menyebabkan beberapa helai rambut tercabut.
9. Hendaknya menyembelih dengan pisau, parang (atau sejenisnya) yang telah dipastikan tajam agar tidak menyiksa hewan sembelihan.
10. Seorang wanita boleh menyembelih hewan kurban.
Bolehkah berkurban atas diri orang lain yang telah meninggal dunia ?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebutkan rincian hal ini[19] sebagai berikut:
a.  Apabila si mayit merupakan bagian dari yang masih hidup. Sebagaimana apabila seseorang berkurban atas dirinya dan seluruh keluarganya (padahal di antara mereka ada yang telah meninggal dunia). Hal ini dibenarkan sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallamberkurban dan bersabda “Ya Allah, (kurban) ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad”.[20]
b.  Menyembelih kurban atas diri mayit secara khusus sebagai wujud sedekah baginya. Para Ulama Hanabilah membenarkannya, namun sebagian yang lain tidak membenarkannya kecuali bilamana ia sempat berwasiat sebelum wafatnya. Dan merupakan kekeliruan besar bilamana yang masih hidup memperhatikan kurban atas diri yang telah wafat tapi mereka mengabaikan ibadah ini atas diri mereka sendiri.
c.  Menyembelih kurban atas diri mayit dengan dorongan wasiatnya sebelum wafat. Wasiat semacam ini harus diwujudkan sebagaimana diwasiatkan tanpa ditambahkan maupun dikurangi.
Penutup
Tulisan ini merupakan ringkasan singkat tentang beberapa hal yang berkaitan dengan ibadah di bulan mulia Dzul Hijjah. Semoga bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, amin. Melalui tulisan ini, penulis mengajak para pembaca untuk bersegera meraih kebahagiaan hakiki di bulan mulia ini.
Penulis bersyukur kepada Allah ‘azza wajalla atas segala nikmat-Nya sehingga tulisan ini dapat terselesaikan. Tak lupa penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada siapapun yang membantu proses penyusunan booklet ini. Penulis mengharapkan masukan, saran serta kritik yang membangun, yang bisa dilayangkan via emailinfo@pesantrenalirsyad.org, karena tak ada satupun yang luput dari kekeliruan selain Allah ‘azza wajalla. Dan kesempurnaan hanyalah milik-Nya.
Semoga Allah ‘azza wajalla melimpahkan taufik-Nya kepada kita, mengampuni dosa-dosa kita dan menjadikan kita hamba-hama-Nya yang berjaya di dunia dan akhirat, amin. [Rizal Yuliar Putrananda]



[1]   . Lihat Tafsir Ibnu Katsir jilid 5 hal. 503
[2]   . Lihat Majmu` Al-Fatawa oleh Ahmad bin Abdi Al-Halim bin Abdi As-Salam jilid 16 hal. 531-532
[3]   . Lihat Adhwa' Al-Bayan oleh Syaikh Muhammad Al-Amin asy-Syinqithi jilid 6 hal. 164-165
[4]   . Lihat Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 hal.382
[5]   . Shahih, HR. Bukhari no: 5565 dan Muslim no: 5060, 5061 keduanya dari Anas bin Malik t
[6]   . Lihat Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy jilid 13 hal. 360
[7]   . Lihat rincian penjelasan ini dalam kitab Ahkam Al-Udhhiyah wa Adz-Dzakah yang disusun oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hal 7-15
[8]   . Lihat penjelasan ini dalam kitab Ahkam Al-Udhhiyah wa Adz-Dzakah yang disusun oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hal 5
[9]   . Lihat Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisiy jilid 13 hal. 362
[10]   . Shahih, HR Abu Daud no: 2813 dan Muslim no: dengan lafazh “Hari-hari Tasyriq merupakan hari-hari makan dan minum” keduanya dari Nubaisyah Al-Hudzali y
[11]   . Shahih, HR. Bukhari no: 5545 dari Anas bin Malik t
[12]   . Shahih, HR. Muslim no: 5042 dari Al-Bara' bin `Azib t
[13]   . Shahih, HR. Bukhari no: 985, 7400 keduanya dari Jundab bin Abdillah t dan Muslim no: 5042 dari Jundab bin Sufyan t
[14]   . Shahih, HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Jami` Ash-Shahih no: 4537 dari Jubair bin Muth`im y
[15]   . Muslim no: 3172 dari Jabir bin Abdillah y
[16]   . Lihat rincian penjelasan aib-aib pada hewan kurban ini dalam kitab Ahkam Al-Udhhiyah wa Adz-Dzakahyang disusun oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hal 41-46
[17]   . Shahih, HR. Ibnu Majah no: 3144 dari Al-Bara' bin `Azib t
[18]   . Shahih, HR. Tirmidzi no: 1505 dan Ibnu Majah no: 3147 keduanya dari Abu Ayub Al-Anshari t
[19]   . Lihat rincian penjelasan ini dalam kitab Ahkam Al-Udhhiyah wa Adz-Dzakah yang disusun oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hal 18-19
[20]   . Shahih, HR. Ibnu Majah no: 3122 dari Abu Hurairah t

0 komentar

Post a Comment