فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِن

counter

Translite

Blog Archive

Labels

Friday, February 17, 2012

EPISTEMOLOGI I


Masalah pengetahuan bukan problem pertama yang muncul dalam sejarah filsafat. Para filosof pra-sokratik lebih memfokuskan diri pada kodrat dan kemungkinan perubahan. Mereka mengandaikan begitu saja bahwa pengetahuan tentang kodrat itu mungkin. Heraclitos menekankan penggunaan indera, sedangkan Parmenides mengutamakan penggunaan akal. Jadi, pada masa pra-sokratik, tak ada yang meragukan kemungkinan adanya pengetahuan mengenai kenyataan.
Para sofis-lah yang pertama kali mewacanakn keraguan akan pengetahuan. Kodrat mulai dipertanyakan. Kodrat dibedakan dari kebiasaan manusia. Mereka bertanya; sejauhmana pengetahuan manusia tentang kodrat benar-benar kenyataan objektif dan seberapa jauh merupakan sumbangan subjektif budi manusia? Apakah kita mempunyai pengetahuan tentang kodrat sebagaimana adanya?
Protagoras berpendapat, keadaan segala sesuatu persis seperti yang tampak pada manusia. Kesan merupakan kenyataan satu-satunya. Baginya,”manusia adalah ukuran dari segala sesuatu.” Georgias menyatakan, tidak ada kenyataan. Seandainya ada, kita tidak dapoat mengetahuinya. Seandainya kita dapat mengetahuinya, kita tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan kita.
Para skeptis itulah yang melatari munculnya epistemologi. Sebelum Plato, Demokritos dan para filosof atomis Yunani telah membedakan antara: sifat-sifat yang benar-benar melekat pada benda, seperti ukuran dan bentuk, dengan sifat-sifat yang merupakan buah dari persetujuan manusia (budi), misalnya warna.
Meskipun demikian, Platolah diyakini sebagai pencetus epistemologi sebab ia mengangkat masalah-masalah pengetahuan: apa itu pengetahuan? Darimakah pengetahuan ditemukan? Apakah indera member pengetahuan? Apakah akal memberi pengetauan? Apakah relasi anatra pengetahuan dengan keyakinan yang benar? Inilah persoalan-persoalan dasar yang digeluti dalam epistemologi. Meskipun tampak sederhana, namun materi kajian ini berkembang sejalan dengan munculnya pendapat-pendapat yang beragam. Karenanya, permasalahn epistemology berkembang semakin rumit. Memang, epistemology adalah salahsatu cabang filsafat yang paling sulit sebab: pertama, jangkauan epistemology seluas kajian metafisika, kedua, pengetahuan bersifat abstrak dan jarang diperbincangkan secara ilmiah dalam keseharian. Dalam keseharian, pengetahuan diandaikan begitu saja.
Apa itu Epistemologi?
Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme yang berarti “pengetahuan” dan logosyang bermakna “perkataan, pikiran, ilmu”. Kata episteme dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya “mendudukkan, menempatkan, atau meletakkan. Karena itu, secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. (J. Sudarminta, 2002: 18)
Muhammad Taqi Misbah Yazdi mendefinisikan epistemologi sebagai, the science which discusses human knowledge and the evaluation of its types and the criteria of their validity, “bidang ilmu yang membahas pengetahuan manusia dalam berbagai jenis dan ukuran kebenarannya”. (Muhammad Taqi Misbah Yazdi, 1999:91)
Dengan kata lain, menurut P. Hardono Hadi, epistemologi (filsafat penetahuan) adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya. Serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. (Kenneth T. gallagher, 1994: 5)
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud:
  1. Mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Bagimana pengetahuan diperoleh dan diuji kebenarnnya? Manakah batas kemampuan manusia mengetahui?
  2. Secara kritis mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba memberi pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitasnya. Bagaimana saya tahu bahwa saya dapat tahu?
  3. Upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan sosial, dan alam sekitarnya. (J. Sudarminta, 2002: 18)
Epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif, dan kritis. Evaluatif bersifat menilai: apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenaranhya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Normatif artinya menentukan norma/tolok ukur kenalaran bagi kebenaran pengetahuan. Epistemologi bukan hanya mendeskripsikan proses mengetahui tetapi juga menentukan mana yang betul dan mana yang keliru berdasarkan norma epistemik. Kritis berarti mempertanyakan dan menguji kenalaran cara, asumsi, cara kerja, pendekatan yang diambil, maupun kesimpulan yang ditarik dari pelbagai kegiatan kognitif manusia. (J. Sudarminta, 2002: 18-19)

0 komentar

Post a Comment